Senin, 14 Januari 2013

MALIN KUNDANG Scenario oleh: fikreatif Para pemeran Lusi : Saudara Malin Kundang/ Upik Dedi : Pak Haji Fikri : Jambrong Destri : Ibu Malin Kundang Akin : Malin Kundang Inda : istri Malin Kundang Diana : pengawal Alkisah, di sebuah masjid di daerah Solo, terdapatlah seorang haji yang tinggal di masjid itu. Beliau memiliki seorang murid yang bernama, Jambrong. Masjid tersebut memiliki sebuah laboratorium yang dapat membawa imajinasi seseorang ke masa lalu atau masa datang. Laboratorium tersebut tertutup untuk umum dan hanya diketahui oleh Pak Haji dan muridnya saja. Dan labortorium itu disebut lorong waktu. Pak haji seringkali mengajak muridnya untuk mencari pengalaman sambil belajar di lorong waktu. Sore itu, Pak haji berniat akan mengajak muridnya, Jambrong untuk pergi jalan-jalan di lorong waktu. Pak haji hendak mengajak muridnya pergi ke suatu zaman untuk belajar tentang sebuah kisah. Jambrong : (ketika sedang menyapu menyapa pak Haji yang hendak lewat) “ Assalamu’alaikum Pak Haji, mo ngapain Pak Haji? Lagi nyari duit ya, kok lihat bawah terus..?” (sambil tersenyum mengejek) Pak Haji : (dengan muka dipasang marah, lalu diam sejenak) “wah sudah berapa tahun sih kamu belajar di sini, Mbrong? Bisa ngormatin orang tua nggak sich kamu? OK kalo gitu, kelihatannya kamu pengin jalan-jalan ya. Mbrong, ke sini ikut saya ke lab!” Jambrong : (dengan wajah memelas dan sedikit takut) “ ya pak Haji” (Setelah sampai di lab. Lalu pak haji mengoperasikan komputer dan menyiapkan diri bersama Jambrong yang dari tadi masih terlihat takut.) Pak Haji : “udah siap belum?” Jambrong : “Siap pak Haji” Setting berubah ke masa zaman Malin Kundang Ibu Malin Kundang: “itu kok rame-rame ada apa, hai Upik ? Upik : “oh itu di pelabuhan ada seorang saudagar yang sedang merapat sebentar saya tak coba cari tahu dulu ya Mak….Siapa tahu itu kakak Malin. (suara ombak dan angin laut dengan sepoi-sepoi menyambut datangnya kapal seorang saudagar yang hendak merapat) {dalam situasi yang lain, ternyata Pak Haji dan Jambrong telah sampai di depan rumah seorang nenek tua (ibu Malin Kundang) tepat ketika anaknya(Upik) beranjak dari rumah untuk mencari tahu tentang keberadaan kapal yang datang} Pak Haji : “Assalamu’alaikum wr wb” Jambrong : “Assalamu’alakum wr wb” Ibu Malin Kundang: “wa’alaikum salam wr wb. Ini siapa yaa? Pak haji ya? Jambrong : “nek, kami ini dari Solo ke sini, laper nek, jadi kami ke sini untuk makan. (jawab Jambrong sambil tersenyum) Pak Haji : “oh nggak Nek kami ini hendak silaturrahmi saja, mungkin boleh saya duduk di sini Nek. Nama saya Hussin dan ini murid saya Jambrong, Nek. Ibu Malin Kundang : “ooo….. silakan duduk . Jambrong : “Nek itu di pantai ada apa sich, kok rame banget apa ada bagi-bagi harta ya Nek? Ibu Malin Kundang : “saya nggak tahu Nak, itu anak saya sedang cari tahu apa yang terjadi? Katanya sich ada seorang saudagar yang sedang merapat di pelabuhan. Dia cari tahu apakah saudagar itu abangnya? Jambrong : “emangnya Nenek punya seorang anak yang jadi saudagar ya Nek? Ibu Malin Kundang : “nggak sich. Cuman dulu saya punya seorang anak namanya Malin Kundang yang pergi merantau ke kota. Jambrong : “Malin Kundang , Nek? Wah pasti dia anak durhaka itu nek? (dengan heran) Pak Haji : “heh kamu bisa diam sebentar nggak untuk menghormati nenek ini berceritera?” (dengan wajah sedikit memeperlihatkan mimik marah) silakan teruskan Nek..! Ibu Malin Kundang : “Katanya ia hendak pengin jadi seorang saudagar dan dia belum pulang hampir 10 tahun. Di samping itu saya juga sering bermimpi kalo anak saya itu sudah menjadi seorang saudagar kaya. Nah siapa tahu itu anak saya? Saya sudah kangen sekali. Pak Haji : “oo begitu ya Nek” (kemudian Upik datang dengan seorang penduduk bersama saudagar itu. Mereka terlihat sedang berkelahi. Lalu mereka sampailah di depan rumah ibu Malin Kundang ) Upik : “Mak, ini benar bang Malin mak. Ini buktinya kalung yang dulu emak berikan ada padanya, tapi di nggak mau ngaku Mak. Ibu Malin Kundang : “ah anakku, kamu telah pulang Nak ? darimana saja kamu selama ini Nak? emak kangen. Sekarang kamu telah menjadi saudagar kaya ya. Malin Kundang : “saya tidak punya seorang ibu yang tua seperti kamu ini. Kamu tahu saya ini adalah seorang yang kaya yang berasal dari tanah yang jauh. Jadi, kamu jangan ngaku-ngaku jadi ibu saya ya…! Saya jijik melihat kamu” Pengawal : “ya pangeran ini tidak mungkin memiliki ibu seperti kamu. saya telah mengenal pangeran sejak lama jadi tidak mungkin pangeran pernah hidup di sini. Ibu pangeran itu berasal dari Belanda. Bukan begitu pangeran? Malin Kundang : “ya kamu benar pengawalku” Istri Malin Kundang : “papa, coba dilihat dulu! Siapa tahu orang itu benar-benar ibumu? Sepertinya dia benar-benar mengganggapmu anaknya.” Malin Kundang : “tidak istriku tidak mungkin. masa kamu lebih percaya dengan orang tua jelek itu daripada saya yang keren ini. Kamu khan istriku.” Istri Malin Kundang : “lalu bagaimana dengan kalung itu? Malin Kundang : “ kalung itu dulu saya beli di pasar senen dengan pengawal. Ya khan pengawal? Pengawal : “betul tuanku. Kalung ini memang benar dibeli di pasar senen ketika tuan beli kain.” Istri Malin Kundang : “ betul? Kamu tidak bohong? Pengawal : “tidak putri, saya tidak bohong. Benar, saya tidak bohong.” Pak Haji : “heh kamu pengawal, kamu benar tidak bohong? Pengawal : “tidak Pak Haji .” Upik : “ tega sekali abang melakukan ini pada ibu. Ibu telah lama menunggu kamu dan selalu mendoakanmu supaya berhasil. Kenapa kamu membalasnya dengan ini. Apakah kakak tidak ingat ketika ibu terpaksa minta uang kesana-kemari untuk makan kita untuk makan kakak dan saya. Apakah kakak sudah tidak ingat? Kasihan ibu kakak?” Pak Haji : “baiklah kalo begitu. Saya coba untuk menengahi. Boleh apa tidak saudara-saudara?” Semua : “boleh pak Haji.” Pak Haji : “baiklah kalo gitu saya mo nanya sama nenek ini dahulu. Apa yang menjadi ciri-ciri anak nenek yang nenek ketahui untuk membuktikan kalau itu anak nenek? Ibu Malin Kundang : “tahi lalat. Malin Kundang memilki tahi lalat di lengan tangan kanannya berwarna merah.” Pak Haji : “ok. Kalau benar orang ini memiliki tahi lalat berarti ia benar-benar anak nenek tapi kalu bukan berarti anak ini bukan anak nenek. Setuju?” Semua : “setuju….” Pak Haji : “baik. Sekarang coba buka lenganmu? Malin Kundang : “baik.” (lalu dibuka lenngannya dan benar ternyata orang tersebut memiliki tahi lalat berwarna merah. Berarti dia benar-benar anak nenek tersebut) Pak Haji : “jadi kalo begitu sudah jelas semua bahwa kamu adalah anak nenek ini.” Malin Kundang : “tidak mungkin. Ini pasti sihir yang kalian buat, saya tidak percaya. Pokoknya dia bukan ibu saya. Ayo pengawal kita segera kembali berlayar. Saya sudah tidak betah lagi tinggal disini. Pengawal : “baik tuan.“ Malin Kundang : “ayo istriku, kita kembali…!” Istri Malin Kundang : “tidak. Saya tidak mau memiliki suami yang durhaka kepada ibunya saya akan tinggal disini bersama nenek ini.” Malin Kundang : “apa kau bilang? Kau akan tinggal di sini? Baiklah aku akan pergi sendiri saja. Ayo pengawal !” Pengawal : “baik tuan” Ibu Malin Kundang : “kalau kamu tidak mau mengakui aku sebagai ibumu. Kukutuk kau nanti jadi batu” Malin Kundang : “terserah apa katamu!” Jambrong : “ eit tunggu dulu. Hey Malin Kundang, kamu jangan pergi. Kamu nanti jadi batu lho. Kalau nggak percaya lihat ini! Ini buku yang mencerikan tentang kamu. bila kamu nanti pergi. Dalam perjalanan kamu akan menemui rintangan yang besar. Perahumu akan diombang-ambing oleh ombak dan disambar petir lalu kamu akan menjadi patung. Ini bukunya. (sambil menunjukkan buku kisah Malin Kundang) Malin Kundang : “aku tidak percaya pada buku ini. Ini pasti buku bajakan” (lalu pergilah Malin Kundang bersama dengan pengawalnya. Sementara istrinya memilih tinggal dengan ibu Malin Kundang.) istri Malin Kundang : “maukah ibu menerima aku sebagai anakmu?” Ibu Malin Kundang : “kamu memang anak yang baik tak seperti anakku.” (di laut. Malin Kundang bersama pengawalnya berlayar menuju ke suatu tempat. Dan saat itu langit mulai tertutup oleh awan hitam yang tebal, lalu diikuti dengan hujan deras dan petir serta badai yang menyambar dengan suara yang menggelegar. Seluruh isi perahu pun kalut dan bingung. Belum pernah mereka mendapat badai sedemiakian besarnya.) Pengawal : “tuan, tuan bertaubat saja. Ini mungkin azab atas kedurhakaan tuan!” Malin Kundang : “diam kamu. ayo cepat kendalikan kapal ini. Jangan banyak bicara!” Pengawal : “saya takut kalo nanti saya juga ikut menjadi batu tuan.” Malin Kundang : “kamu jangan percaya dengan mereka!” Pengawal : “coba renungkan dulu tuan. Bila tuan nanti menjadi batu berarti tuan akan kepanasan tuan akan selamanya lapar dan tuan akan selamanya di neraka. Ayo tuan bertobatlah.” Malin Kundang :”baik tapi bagaimana caranya. Apakah ini belum terlambat?” Pengawal : “coba saja istighfar tuan” (lalu pada keesokan harinya di Pantai banyak dijumpai kayu-kayu dan mayat-mayat yang mengapung serta banyak sekali harta karun yang berserakan dimana-mana. Dan terdapatlah sesosok manusia tetapi setengah dewa, eh maksudnya patung. Orang itu terlihat kepayahan karena tidak bisa berjalan dengan baik karena sebagian tubuhnya telah menjadi patung dan tidak bisa digerakkan. Sambil tertatih-tatih ia berusaha berjalan menuju rumah nenek yang dihinanya kemaren. Dengan ditemani pengawalnya ,yang ternyata masih selamat dari musibah kapal, Malin Kundang ditemani ke rumah ibunya. Ia hendak meminta maaf) Malin Kundang : “assalamu’alaikum wr wb” Semua : “wa’alaikum salam wr wb” Malin Kundang : “mak, saya minta maaf mak saya salah mafkan saya mak. Saya mengaku saya salah. Maafkan saya mak supaya saya bebas dari kutukan ini dan selanjutnya saya akan berbakti kepada emak. Jambrong : “gue bilang juga apa? Saya khan udah katakan kalau kamu nekad, kamu akan jadi batu, betul khan? Kalau udah gini terus mau apa lagi? Ibu Malin Kundang : “baiklah, kalau gitu ibu maafkan dengan syarat kamu harus berbakti kepada ibu, adik, istri, dan seluruh penduduk pulau ini. Selain itu kamu harus bersedia membangun pulau ini menjadi pulau yang maju. Apa kamu bersedia?” Malin Kundang : “ ya mak.” (seketika itu juga Malin Kundang terbebas dari kutukan ibunya kemudian ia bersujud dibawah ibunya, adiknya, dan istrinya seraya memohon maaf)